07 Maret 2014

Update Maret 2014

Update...update....

Jadi ceritanya, saya mulai kembali menengok project-project lama saya di internet setelah sekian lama tenggelam dalam dunia roleplay yang addictive sekaligus makan ati.. hehehe.   Salah satu media yang pernah sempat jadi favorit saya adalah blogging.  Awalnya dulu gara-gara bergabung dengan komunitas menulis kemudian.com (nah, jadi inget kalau belum update ke situ juga), saya tertarik untuk membuat blog.  Dulu lumayan bagus respon dari teman-teman, membuat saya semangat untuk menulis dan menulis terus.   Lalu saya kena writer block dan mulai malas blogging.    Jadi yah, blog ini jadi terbengkalai lamaaaaaaa sekali.  Terakhir post entry saya sekitar tahun 2010?  atau 2011?   (wow, bareng sama keluarnya ss501 dari DSP agensi *yanggakgitujugakalibu*)

Read More..

29 Juli 2010

Main The Sim ala Para Penulis

Pernah memainkan permainan The Sim di komputer? Kita mengawali permainan dengan membuat character lengkap dengan bentuk fisik dan gambaran sifat umumnya. Lalu character kita akan mulai bermain dan berinteraksi dengan puppet The Sim lainnya. Ada puppet yang berasal dari game, ada juga puppet yang berasal dari bikinan pemain lain. Ternyata dalam game tulisan pun ada ajang bermain yang mirip dengan format The Sim. Hanya bedanya, di sini kita tidak akan menggunakan format-format graohik yang bergerak dan dijalankan dnegan mouse komputer, melainkan menggunakan deskripsi, narasi dan dialog untuk menjalakan character/puppet yang sudah kita buat.

Forum roleplay berbasis tulisan adalah game roleplay yang menggunakan tulisan sebagai basis interaksi karakter-karakternya. Tulisan yang dibuat bisa berupa interaktif paragraf fiksi atau paragraf kolaborasi. Paragaraf ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga, yaitu si karakter yang bersangkutan. Hal ini diterapkan untuk memisahkan antara karakter fiksi dengan sang author/puppet amsternya. Istilah OOC (out of character) atau OOG (out of game) digunakan untuk membedakan pesan yang disampaikan oleh author dengan paragraf mengenai kisah sang karakter.

Admin forum atau yang disebut juga sebagai game master akan menentukan bentuk setting apa yang diberlakukan dalam forumnya. Misalnya, ada forum yang mengambil setting sebuah sekolah, sebuah kota atau sebuah negara atau dunia fantasi (alter universe) lainnya. Section forum akan disusun menjadi tempat-tempat yang bisa dijadikan lokasi bagi para usernya untuk berinteraksi dan berkolaborasi cerita. Game master juga akan menentukan segala peraturan yang harus dipatuhi oleh para user saat membuat karakter atau berinteraksi dengan pemain lain. Umumnya peraturan itu akan berhubungan dengan cara bergabung, cara bermain, dan hal-hal yang tidka diperkenankan dan hal yang diperbolehkan untuk dilakukan oleh para pemain berdasar dengan latar belakang atau bentuk role play forum yang bersangkutan.

User forum dikenal juga dengan sebutan puppet master atau author. Mereka akan bergabung dalam forum dengan cara meregistrasikan puppet/karakter buatan mereka. Karakter tersebut harus dilengkapi dengan biodata, deskripsi sifat, deskripsi fisik dan visualisasi image (dalam bentuk avatar). Satu puppet master bisa mendaftarkan lebih dari satu puppet/karakter, tergantung dari aturan yang sudah dibuat oleh game master forum. Sejumlah puppet master ada yang sudah merencanakan plot cerita untuk puppetnya, ada juga yang memasukkan puppet tanpa menyiapkan plot tertentu. Di dalam forum nantinya para puppet ini akan berinteraksi dengan puppet lainnya pada lokasi-lokasi yang sudah disediakan. Mekanismenya adalah dengan cara membuat paragraf-paragraf yang berbalasan, mirip cerita kolaborasi. Satu aturan pasti yang tidak boleh dilanggar oleh setiap puppet master adalah tidak diijinkan menggambarkan atau menggerakkan puppet dari puppet master lain meskipun penceritaan harus ditulis dalam sudut pandang orang ketiga.

Beberapa contoh roleplay forum berbasis tulisan yang bisa diikuti :

IndoHogswart : forum roleplay basis tulisan dengan setting sekolah sihir Hogswart.

Toshi Haku : forum roleplay basis tulisan dengan seting sebuah kota

Lily Academy : forum roleplay basis tulisan dengan setting sekolah asrama putri di Jepang

Mihara Daigaku: forum roleplay basis tulisan dengan setting kehidupan universitas di Jepang.

Beberapa istilah yang perlu diperhatikan dalam role play forum berbasis tulisan:

Karakter (character), adalah tokoh fiksi yang akan digunakan atau digerakkan oleh penulis (puppet master) dalam forum Role play yang bersangkutan. Ada dua macam karakter yang dikenal, yaitu : player character/original character (karakter yang diciptakan oleh si penulis) dan non-player character (yaitu karakter yang diambil dari manga, game atau film yang sudah ada)

NPC (Non Player Character), adalah karakter yang dibuat hanya sebagai pelengkap plot. Kemunculannya biasanya hanya bersifat situatif. NPC bisa berupa karakter yang digerakkan oleh seorang puppet master atau karakter yang muncul dalam deskripsi roleplay (godmoded NPC)

Mary Sue/Gary Sue, adalah karakter yang terlalu sempurna sehingga selalu menjadi pusat perhatian atau keluar sebagai pemenang (dengan alasan yang klise atau tidka logis) dalam segala hal dan tidak pernah terlihat memiliki kelemahan sebagai manusia.

Contoh:
Seorang karakter perempuan digambarkan cantik, menarik, pintar, pandai bicara, selalu bisa menyelesaikan semua tugas yang diberikan padanya dengan sempurna, selalu memenangkan adu pembicaraan dengan siapapun dengan mudah, selalu membuat siapapun yang melihat dan mengenalnay terkagum-kagum. Konsep karakterisasi semacam ini bisa dianggap melupakan istilah “selalu ada langit di atas langit” dan bisa dianggap sebagai Mari Sue chara.

OOC (out of character), adalah situasi dimana character bersikap tidak sesuai dengan karkater dia yang sesungguhnya. Misal : karakter yang memiliki sifat keras dan dingin mendadak jadi sangat penyayang dan melankolis dalam penggambarannya. Hal semacam iti memang tidak selalu menjadi topik OOC. Namun bila perubahan karakter terjadi tanpa alasan masuk akal, OOC menjadi sesuatu yang mengganggu karakterisasi karkater yang bersangkutan.

OOG (out of game), adalah situasi yang berlangsung di luar game/plot, bisa antara karakter yang oOC atau antar puppet masternya. Baik oOC maupun OOG kadang dipakai sebagai keterangan saat penulis ingin menyampaikan sesuatu tidak sebagai tokoh cerita, melainkan sebagai penulis.

Godmoding (godmoding, moding, godmodding etc.), adalah situasi dimana satu karakter menggerakkan karakter lain tanpa persetujuan puppet master karakter tersebut. Godmodding tidak hanya berlaku pada gerakan fisik, namun termasuk juga ekspresi maupun penggambaran pikiran karkater lawan main.

Contoh : Dia menunjukkan hadiah yang dibawanya itu kepada adiknya. Senyum mengembang di wajah saat melihat adiknya terlihat sumringah karena senang (padahal dalam posting sebelumnya tidak disebutkan oleh pupet master karakter si adik bahwa tokoh adik itu terlihat sumringah karena senang). God moding bisa diminimalisir sedikit dengan memberi keterangan yang bersifat probabilitas seperti misalnya :
Dia menunjukkan hadiah yang dibawanya itu kepada adiknya. Senyum mengembang di wajahnya menanti reaksi sang adik. Seharusnya orang mendapat hadiah itu biasanya akan sumringah dan senang, bukan?

Metagaming, adalah memasukkan pengetahuan author pada karakter lawan ke dalam pikiran karakter miliknya mengenai karakter lawan. Misal: author A berdiskusi tentang author B bahwa chara author B sedang jatuh cinta pada chara C. Saat melakukan RP, tiba-tiba chara author A menyeletuk : “kau jatuh cinta pada C, kan?” (padahal dalam RP kedua chara tidak pernah digambarkan situasi dimana chara author A memungkinkan untuk mengetahui fakta itu). Metagaming sebaiknya dihindari untuk menjaga logika cerita.

Author/puppet master, adalh penulis yang menjalankan karakter-karakter yang terlibat dalam role play.

Timeline, adalah setting waktu yang dibuat saat role play berlangsung. Timeline dibuat untuk menjalin logika plot character yang bersangkutan atas thread-thread yang dia buat atau dengan situasi role play forum secara keseluriuhan.

IC, berbagai hal yang terjadi sesuai dengan karakter chara yang bersangkutan

Role-Playing (role-play, RP, Rping), adalah konsep dimana seorang pemain (penulis) bermain atau berinteraksi dengan pemain (penulis) lainnya berinteraksi berdasar peran mereka sebagai tokoh yang telah mereka buat.

Tags/Tagging, adalah penandaan tipe thread, apakah thread tersebut bersifat privat (melibatkan dua character saja), Terbuka terbatas (melibatkan beberapa character yang sudah ditentukan) anatu Open (terbuka untuk semua character).
Read More..

25 Juli 2010

Tentang Stradivarius



Stradivarius biola yang sudah sangat terkenal karena kualitasnya yang luar biasa. Stradivarius asli buatan italia. Hasil keluaran tahun 1700 dan sebelumnya adalah biola yang dianggap paling bernilai. Biola-biola stradivarius keluaran sebelum tahun 17000 bernilai ratusan juta rupiah sedangkan biola-biola keluaran 1700 hingga 1720 adalah masa-masa emas, dimana biola tersebut bisa bernilai hingga miliaran rupiah.

Stradivarius adalah nama pembuat biola terkenal dari Cremonas, sebuah daerah di Italia. Ciri khas biola buatannya adalah terletak pada kayu pilihan dan suaranya yang melengking jernih. Stradivarius dibuat dari kayu Eropa khusus yang disimpan terlebih dahulu selama bertahun-tahun hingga mencapai tingkat kekeringan sempurna. Kemudian kayu tersebut juga telah mengalami proses perendaman dengan berbagai macam bahan kimia yang memungkinkan kualitasnya menjadi jauh lebih baik dan lebihtahan lama.

Secara fisik biola stradivarius bisa dikenali dari bentuknya yang sedikit lebih panjang dibanding ukuran biola pada umumnya namun memiliki lebar yang lebih ramping. Warna dasar dari Stradivarius umumnya adalah warna merah. Warna yang dianut oleh sebagian besar biola buatan Italia. Namun pada perkembangannya, pengaruh kondisi lingkungan dan perawatan membuat warna stradivarius asli berubah menjadi kecokelatan.

Kayu Eropa yang telah disimpan selama jangka waktu tertentu mengalami perubahan struktur. Serat-serat lkayu keringnya semakin jelas dan banyak. Hal ini mempengaruhi penampilan tekstur fisik sebuah stradivarius. Serat-serat halus yang memanjang dan melintang memberikan corak has pada permukaan tubuh biola tersebut.
Tidak banyak stradivarius asli yang beredar di seluruh dunia. Sejumlah pembuat biola maupun pabrik biola memang mencontoh pattern dari Stradivarius asli dan membuat berbagai merk copy Stradivarius. Namun Stradivarius asli yang benar-benar dibuat oleh Stradivarius dari Cremonas Italia hanya berjumlah sekitar 600 buah dengan tingkat kondisi fisik yang bermacam-macam. Umumnya Stradivarius-stradivarius ini dimiliki oleh para kolektor, violis besar dan lembaga-lembaga seperti museum atau galeri. Lelang Stradivarius original selalu mencapai angka-angka fantastis.

Apa yang membuat stradivarius menjadi berbeda dibanding merk lain masih terus diteliti oleh para ahli. Sejumlah pendapat menyebutkan larutan yang digunakan untuk merendam kayu-kayu stradivarius memiliki komposisi yang sangat bagus sehingga mampu menghASILKAN kualitas kayu biola tingkat tinggi. Teknik perendaman ini telah banyak ditiru oleh pabrik-pabrik biola guna menghasilkan biola setara dengan kualitas sebuah stradivarius.

Teknik penghasilan suara juga menjadi bukti tersendiri. Sudah banyak artikel yang menggambarkan betapa indahnya suara yang dihasilkan oleh sebuah stradivarius. Walaupun pendapat ini juga msaih memiliki pro dan kontra, tidak bisa dipungkiri kualitas suara yang dihasilkan dari teknik pembuatan yang tinggi dan kualitas kayu yang tinggi adalah di atas rata-rata. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa keindahan suara stradivarius tidak terlepas dari teknik skill violis yang memainkannya dan kualitas akustik gedung pertunjukkan dimana stradivarius tersebut dimainkan.

Di luar semua itu, Stradivarius tetap menjadi sebuah merk biola yang mungkin akan melegenda sepanjang masa. Banyak film dan cerita telah dibuat yang mengangkat sifat superb dari stradivarius. Legenda-legenda mengenai biola antik ini terus beredar membuat nilai misterius dari biola inipun semakin naik.
Read More..

20 Juli 2009

Epistolary



Epistolary adalah teknik bercerita menggunakan sejumlah dokumen yang berurutan. Dokumen-dokumen ini bisa berupa surat, catatan harian, artikel atau jurnal, termasuk postingan blog atau email. Dokumen-dokumen tersebut saling berhubungan sehingga membentuk sebuah plot cerita. Epistolary sendiri berasal dari kata Yunani, epistola, yang berarti surat. Beberapa menganggap bahwa penggunaan teknik epostolary pada penulisan novel atau cerita bisa membuat cerita jadi terasa lebih hidup dan nyata.


Penggunaan dokumen-dokumen dalam sebuah novel bisa bermacam-macam tingkatnya. Ada novel yang hanya memasukkan sejumlah surat, postingan blog atau email dalam ceritanya, ada pula novel yang benar-benar menggunakan penulisan secara epistolary dari awal sampai akhir. Metode penggunaan teknik epistolary total bisa dilihat dari novel Brams Strokers’s Draculla (teknik epistolary menggunakan surat dan catatan harian), Every Boys Gets One milik Meg Abbot (menggunakan catatan harian dan email) atau novel-novel remaja yang menggunakan teknik epistolary menggunakan diary. Sedangkan penggunaan epistolary sebagai selingan dapat dilihat dalam novel Un Homme et Une Femme karangan Stanley Dirgapradja.

Apakah ada perbedaan antara novel berteknik epistolary dengan buku-buku kompilasi blog? Menurut pengamatan saya hal itu dapat dilihat dari plot yang terjalin dari dokumen-dokumen itu. Epistolary adalah sebuah teknik bercerita, sehingga walaupun dokumen-dokumen ditulis seolah terpisah, namun memiliki rangkaian dan menyusun sebuah cerita dengan kronologis teratur (baik secara maju atau mundur). Kompilasi blog bisa terdiri dari tulisan-tulisan yang lepas dan tidak berhubungan sama sekali. Namun sebuah kompilasi pun bisa dimasukan dalam tipe epistolary ketika mampu membentuk sebuah cerita.

Pada dasarnya macam-macam tulisan epistolary bisa dibagi menjadi tiga, berdasarkan jumlah karakter yang terlibat. Pertama, monologic, adalah epistolary yang hanya memunculkan dokumen dari satu karakter. Dua, dialogic, adalah epistolary yang memunculkan dokumen dari dua karakter yang saling berhubungan. Tiga, polylogic, adalah epistolary yang memunculkan dokumen lebih dari satu karakter. Bram Stroker’s Dracula adalah penganut tipe epistolary ketiga.

Sejumlah penulis menganggap teknik epistolary bisa mengurangi kesan omniscient narrator (narrator yang tahu segala) dalam sebuah cerita, terutama yang menggunakan sudut pandang ketiga. Selain itu teknik ini juga bisa memunculkan efek lebih nyata dalam suatu cerita. Namun di lain pihak, terdapat juga kekurangan dari penggunaan teknik ini. Salah satunya adalah kebingungan pembaca dalam memahami informasi dan rangkaian plot sebuah cerita epistolary. Hal ini terutama bisa dirasakan bila cerita menggunakan teknik epistolaris-polylogic dengan alur flash back. Selain dirancukan oleh time settingnya, pembaca juga dipaksa harus jeli sedang membaca dokumen milik karakter yang mana.

Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, epistolary tetap menjadi salah satu teknik menulis yang patut dicoba.


Read More..

19 Juli 2009

Pada Sebuah Titik Saya Terhenti



Banyak orang yang saya kenal telah melaju selangkah demi selangkah dalam hidup mereka. Jenjang karier yang telah ditapaki, pernikahan yang telah dijalani, keluarga yang telah dimiliki dan berbagai kesempatan hidup yang telah didapati. Maka saya lantas bertanya pada diri sendiri, kapan saya seperti itu? Kenapa saya masih seperti ini, tanpa suatu perubahan yang berarti. Dari waktu ke waktu hanya sekedar mencoba untuk mengejar sesuatu yang baru. Begitu banyak yang harus dipahami dan didalami, seperti sumber air yang tidak pernah mati.


Saya menginginkan banyak hal yang belum sempat saya pelajari. Saya tidak ingin sesuatu yang setengah-setengah. Saya serius. Saya berkorban dan saya memulai semuanya dari nol. Saya habiskan sekian waktu dari saya untuk mendalami itu semua, menggapai mimpi-mimpi yang menggantung sangat tinggi di angkasa. Saya jatuh dan bangun. Saya terhimpit lalu mencoba lepas. Saya tidka mau menyerah. Saya hanya tahu satu hal, saya pasti bisa. Tapi impian itu masih tetap terlihat begitu jauh untuk diraih. Saya berpikir, kapan waktu itu tiba bagi saya mencapai, setidaknya, satu dari mimpi-mimpi di depan sana. Ketika saya tersadar, saya telah melupakan sekeliling. Saya telah menghabiskan waktu tanpa hasil yang pasti. Maka saya berpikir,

Apakah ini sebuah kesalahan besar?

Kadang saya menginginkan saat di mana saya tidak perlu bermimpi dan berambisi. Hidup damai mengikuti arus seperti para ahli spiritual itu. Tapi bukankah mereka memang telah mencapai ujung ambisi dan impian mereka? Saat di mana tak ada lagi sebuah ambisi. Kadang terpikir untuk apa berambisi bila pada akhirnya tidak akan pernah mencapai titik yang memuaskan. Kenapa harus memilih mengikuti kata hati yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru? Kenapa harus mengais tanah dan membuat jalan sendiri bila sudah ada jalan lurus yang siap ditapaki walaupun tidak menarik hati? Mengapa harus berambisi bila tidak bisa memiliki?

Satu-persatu mereka mendahuli saya, membuat saya mempertanyakan untuk apa perjuangan selama ini. Kenapa saya tidak memilih mengikuti jalan yang mereka tempuh. Ketika seorang teman berkeluarga, ketika mereka mapan dalam bekerja, ketika mereka melalui jalan yang dulu ingin saya lalui, salahkah saya bila merasa iri dan tidak tidak adil? Saya merasa hidup sekedar berputar seperti gasing tanpa tujuan yang jelas. Apakah yang sebenarnya saya cari?

Kenapa? Ada apa dengan saya?

Apakah saya tengah menjalani sebuah karma ketika saya selalu dibenturkan pada kenyataan selalu ada langit di atas langit yang telah saya daki. Kapan pencapaian ini berakhir? Apakah kekalahan-kekalahan harus terus saya jalani? Apakah sudah saatnya saya untuk berhenti? Menyerah dan putus asa?

Apa yang harus saya lakukan?

Saya tahu meratap tidak menyelesaikan masalah. Saya mengerti putus asa dan menyerah adalah sebuah kekalahan besar. Saya paham batas antara mawas diri, ikhlas menerima dan menyerah hanyalah layaknya benang yang sangat tipis. Saya tahu saya harus bangkit dari kegagalan dan mencoba untuk terus berjuang. Saya sadar doa (mungkin) bisa membantu mempermudah segalanya. Tapi sampai kapan saya akan terus berlari mengejar ambisi-ambisi ini?

Maka akhirnya saya berpikir,

akan jauh lebih baik bila sejak awal saya tidak pernah memikirkan sebuah ambisi.



Read More..

11 Juli 2009

Belajar menulis : English Story

Belakangan ini saya makin bersemangat untuk belajar menulis cerita berbahasa Inggris, dalam hal ini fanfic. Ternyata hal itu bukan sesuatu yang mudah. kendala kosakata dan tata bahasa menjadi hal yang paling krusial. Satu tips penting yang saya dapat dari beta-reader saya di komunitas penulis fanfic adalah menulis cerita berbahasa Inggris tidak sama dengan menulis cerita bahasa Indonesia yang di-Inggriskan. Ada sejumlah logika kalimat dan susunan kata yang berbeda dalam kalimat bahasa Indonesia dan kalimat bahasa Inggris. Ketika saya meminta saran perbaikan atas kendala tersebut, maka teman saya hanya memberi saran "Banyak-banyaklah membaca cerita berbahasa Inggris sehingga kamu bisa mendapatkan the sense of English language." Saya hanya bisa nyengir menanggapinya.
Sementara untuk mengatasi masalah gramatikal dasar, ini ada oleh-oleh artikel yang dikirimkan oleh beta-reader saya untuk saya pelajari. Mungkin artikel ini tidak terlalu banyak membantu mereka yang ingin meningkatkan skor TOEFL atau IELTS, tapi minimal cukup membantu bagi mereka yang ingin memahami rambu-rambu EYD-nya bahasa Inggris dalam menulis.
Read More..

Life Is.....

Life is like a game,
where we have to collect the score ‘til the end
Goodness is like a gain,
That can yield the reward then
Badness is like a loss,
Which will reduce the point most
Death is like a deadline,
when we have to stop to try
Angel is like the officer,
who will do their duty forever
God is like the center owner,
who will count and decide the present
Heaven and hell are like the prize,
which we will get soon later
Thus, is it wrong if I say
That world is just a timezone area? Read More..

17 Mei 2009

Are We That Annoying?



Jadi semalam saya bersama teman saya memutuskan untuk menghadiri sebuah konser paduan suara yang diselenggarakan oleh UKM Paduan Suara Universitas negeri di kota kami. Kebetulan slah satu teman saya didaulat sebagai salah satu pianis dalam acara tersebut. Maka berangkatlah kami dengan misi untuk melihat hasil latihan mati-matian dirinya selama hampir dua minggu di sela-sela jam mengajar kami.

Ketika melihat nama teman saya terpampang sebagai pianis konser tersebut, saya berkelakar pada teman saya, “Gila aja, ntar bisa-bisa dia lebih beken sebagai pianis pop dari pada profesi aslinya dong.”

Teman saya tertawa. Agak ironis memang, karena di sekolah musik kami, kami berdualah yang kebagian mengajar piano sedangkan dia (si pianis konser teman saya itu) adalah guru biola. Ternyata istilah keahlian belum tentu sama dengan profesi tidak hanya berlaku di dunia kerja formal ^^.

Jujur, sejak datang, menonton konser memang tujuan kami. Bukan bermaksud mencela, tapi kami sudah bisa menebak sejauh mana konser yang akan kami lihat nanti. Dan kalau boleh jujur, kami sadar itu bukan sebuah pertunjukkan yang cukup membuat kami terpesona dan melongo. Penampilan teman kamilah yang menjadi daya tarik utama.

Hal pertama yang menarik perhatian saya ketika memasuki gedung konser adalah tata panggung yang cukup artistik. Dari segi performance cukup menarik karena saya jarang menikmati konser seperti itu. Format acara dibuat formal dengan dress code night dress and suit untuk para pendukung acaranya. Pembawa acara juga membawakan susunan acara dengan formal. Hiburan yang disajikan terdiri dari lagu-lagu yang dibawakan oleh paduan suara, vokal group dan solo. Musisi pendukung hanya terdiri dari piano dan bass serta gitar di beberapa lagu. Koreografi para penyanyi juga dibuat cukup menarik walaupun sejumlah kelemahan juga masih terlihat di sana-sini, seperti gerakan koreografi yang kurang rapi (melatih koreografi memang lebih baik dilakukan dalam studio dengan kaca-kaca di berbagai sisi sehingga minimal kita bisa melihat keseragaman gerakan antar pemain) atau beberapa suara yang menghilang (saya kira ini karena faktor teknis peralatan saja). Tapi selebihnya saya bisa bilang pertunjukkan yang ditampilkan cukup menghibur dan bagus.

Sayangnya, bukannya menunjukkan sikap penonton yang sudah terbiasa dengan acara konser sejenis, atau minimal menunjukkan sikap penonton yang baik (minimal mematuhi peraturan utnuk tidak membuat kegaduhan selama konser berlangsung), saya justru sibuk membahas tentang penampilan teman kami bersama teman saya yang lain, sesekali kami membahas kelemahan pertunjukan yang disajikan dan sedikit bergosip di sela-sela pembicaraan.

Sungguh, bukan maksud kami untuk mengganggu penonton lainnya. Saya hanya merasa sayang melewatkan kesempatan mengobrol dengan teman-teman saya hanya sekedar untuk menjaga image dengan berpura-pura menikmati sebuah pertunjukkan yang (sebetulnya) tidak terlalu menarik minat kami (tanpa bermaksud merendahkan kualitas konser yang sedang kami lihat). Mungkin seharusnya orang-orang seperti kami tidak pantas untuk duduk tenang menghadap panggung konser. Mungkin seharusnya orang-orang seperti kami yang tidak tahu diri mengkritik di sana-sini lebih pantas ditendang keluar. Tapi tidak bisakah orang lain menganggap itu sebagai sebuah cara untuk berapresiasi dan mengemukakan pendapat? Lagipula apa yang kami bahas bukan hal yang tidak berdasar.

Ya, mungkin kami memang keterlaluan. Mungkin tingkah kami memuakkan. Untuk itu kami mohon maaf… ^^ Tapi kami hanyalah orang luar yang sekedar menjadi penonton. Bukan simpatisan, bukan anggota organisasi yang bersedia membela mati-matian harga diri komunitas. Kami hanya sekedar orang yang sedang cari hiburan yang berhubungan dengan dunia kami. Ketika kami merasa itu belum cukup menarik perhatian kami, apakah salah ketika mencoba mengapresiasi sesuatu dengan bebas?

Untuk para penonton dan panitia unit paduan suara universitas tercinta yang merasa terganggu dengan tingkah kami semalam, saya mohon maaf. Bagaimanapun, pertunjukkan yang telah ditampilkan patut diacungi jempol. Four thumbs up for the committee…….Dan sayapun terjatuh.

GUBBRAAKK!! Duhh!!


Read More..

Mengenai Reinkarnasi



Kali ini temanya agak berat (eh, mungkin nggak juga sih.. ^^). Jadi semuanya berawal dari obrolan santai dengan teman saya di sela-sela mengajar. Kami membahas tentang konsep reinkarnasi (yang kebetulan sama-sama kami percayai) serta pro dan kontranya.

Apakah reinkarnasi? Ada yang menyebutkan reinkarnasi sebagai suatu proses terlahir kembali atau penitisan yang berulang ke dunia sebagai bentuk pencucian dosa atau pembersihan jiwa sebelum mencapai moksa (sempurna). Reinkarnasi berhubungan dengan karma seseorang dalam kehidupan sebelumnya. Baik buruknya karma seseorang akan mempengaruhi tingkat kehidupan pada reinkarnasi berikutnya.


Bagi mereka yang mempercayai reinkarnasi, kehidupan dianggap sebagai sebuah siklus kelahiran dan kematian roh yang terus berlangsung (saya pribadi percaya siklus ini akan terus berlangsung hingga kiamat tiba). Siklus kehidupan ini akan membuat manusia berpikir tentang hukum sebab-akibat dan karma sehingga untuk mencapai kehidupan akan datang yang lebih baik maka manusia harus bisa menjaga dan meningkatkan derajat kebersihan jiwanya di kehidupan sekarang.

Konsep reinkarnasi terutama dipercayai dalam sejumlah agama timur seperti Budha, Hindu, Konghuchu dan ajaran Tao, sementara kaum barat lebih tertarik untuk mempelajarinya sebagai sebuah bahan kajian yang menarik. Dalam agama Islam sendiri konsep reinkarnasi tidak dibicarakan dengan jelas. Bahkan saya kira, konsep reinkarnasi termasuk dalam konsep-konsep yang tabu dibicarakan karena (mungkin) dianggap (dapat) mengganggu konsep-konsep tauhid yang sudah akrab dengan masyarakat muslim. Saya pribadi menganggap perihal reinkarnasi sebagai sebuah konsep yang sama sekali tidak mengganggu kepercayaan saya terhadap agama yang saya anut. Saya bahkan menemukan sejumlah logika yang saling berkaitan yang justru membuat saya makin yakin dnegan ajaran agama yang saya anut.

Ada sebuah surat dalam Al-Qur’an yang menarik perhatian saya sehubungan dengan konsep reinkarnasi. Surat Al-Baqarah ayat 28 berbunyi : ”Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”
Pengulangan kata dimatikan dna dihidupkan menggelitik rasa penasaran saya. Pernyataan terakhir bahwa perulangan itu akan diakhiri dengan pengembalian tiap (roh) manusia kepada-Nya seolah menunjukkan pengakhiran sebuah proses yang berulang. Apakah ayat ini mencoba menegaskan bahwa sebuah konsep reinkarnasi (mati-lahir kembali-mati- lahir kembali) pun diakui dalam Islam?

Terlepas dari segala kekaburan maupun pro dan kontra tentang reinkarnasi, saya kembali mengakui bahwa saya termasuk orang yang percaya reinkarnasi, sama seperti kepercayaan saya terhadap kehidupan lain di luar bumi. Maka iseng saya bertanya pada teman saya (yang berkata kalau dia memiliki kemampuan untuk ”melihat” kehidupan sebelumnya).

”Kalau gitu gimana dengan kehidupan aku di masa lalu? Siapa aku sehingga sampai sekarang belum dapat jodoh?”

Jawabnya, ”Kamu menanggung karma masa lalu”

”Oya? Karma apa?”

”Di kehidupan sebelumnya kamu adalah seorang istri yang tidak bisa menghargai suami. Maka sekarang kamu harus menjalani karmamu.”

Saya tersenyum pahit. Jadi karena karma, ya? Terlepas dari benar tidaknya kata-kata dia, setidaknya saya mendapatkan sebuah gambaran apa yang harus saya perbaiki dari kehidupan saya sebelumnya.

Read More..

09 Mei 2009

Kartun (dan Komik) : Benarkah Selalu Untuk Anak-anak?



Selama ini saya masih banyak menemukan orang-orang yang menganggap kartun identik dengan anak kecil. Padahal kalau mereka mau sedikit lebih jeli mengamati kartun-kartun (terutama kartun Jepang) akan terlihat sekali tidak semua kartun layak dikonsumsi anak kecil. Banyak kartun yang sebetulnya dibanjiri dengan dialog-dialog ”aneh” bin “ajaib” yang menurut saya tidak akan dimengerti oleh anak-anak. Kartun yang mendidik semacam Dora the explorer atau Dora emon mungkin bisa diikuti oleh anak-anak karena susunan dialog yang cukup sederhana. Tapi bagaimana dengan Shin-chan atau bahkan Sponge Bob yang bagi kita (remaja dan orang dewasa) sangat lucu itu.

Di Jepang sendiri, kartun (dan komik) sudah memiliki kode khusus yang menunjukkan untuk konsumsi siapa kartun (atau komik) itu dibuat. Kode-kode rating macam untuk anak, untuk remaja, bimbingan orang tua, untuk dewasa pun menjadi hal biasa dalam kartun. Rating dewasa biasanya diberikan untuk kartun yang mengumbar adegan sadis, adegan seks, plot dewasa atau plot minor lainnya. Salah satu contohnya adalah kartun boyslove berjudul Junjo Romantica. Kartun ini diputar di Jepang pada jam tayang lewat tengah malam untuk konsumsi dewasa. Bayangkan kalau kartun macam ini secara sembrono diletakkan di jam tayang dimana anak-anak bisa melihatnya.

Saya juga pernah menemukan sebuah komik yang berisi adegan seks yang cukup graphic. Walaupun komik itu terkesan “echi” (istilah Jepang untuk porno), namun ternyata komik tersebut termasuk salah satu komik tema edukatif. Komik itu dibuat untuk konsumsi para pengantin baru sebagai buku panduan dalam bercinta. Selain itu masih banyak cerita komik atau kartun yang kalau diperhatikan jalan ceritanya tidak mungkin dikonsumsi oleh anak-anak.

Jadi mungkin, memang sudah seharusnya kita tidak lagi mengkulturkan kartu dan komik sebagai sebuah media hiburan anak-anak. Karena pada perkembangannya, media inipun telah digunakan untuk berbagai kepentingan dengan sasaran yang bervariasi. Sebagai orang tua, ada baiknya juga mengikuti karun-kartun atau komik yang dilihat atau dibaca putra-putri kita. Setidaknya bila kitapun mengerti isinya, maka kita bisa merekomendasikan apakah kartun atau film tersebut cukup layak dinikmati oleh anak seumuran mereka, tidak layak, atau boleh asalkan dengan bimbingan dan dampingan dari anda.


Read More..

19 April 2009

Secangkir Moccachino



Hampir setiap hari saya bekerja tanpa jeda selama beberapa jam, dari kelas satu ke kelas yang lain. Berjumpa dengan murid satu ke murid yang lain. Menyampaikan materi satu ke materi lain. Kadang seolah lupa dengan kebutuhan diri demi melayani para klien kecil saya tersebut. Waktu makan siang berlalu begitu saja, bahkan sholatpun jadi terburu-buru. Masih lebih baik kalau jadwal saya menyatu dalam satu lokasi....Yang repot adalah kalau harus mengejar di beberapa tempat yang berbeda dalam satu hari. Bayangkan harus menempuh jarak sekian km dalam menit seminimal mungkin. Beruntung saya tinggal di kota kecil tanpa momok macet yang menghantui lalu lintasnya. Setiap lokasi memang bisa dijangkau dalam hitunagn menit. Tapi harus meminimalisir menit yang dibuang selama perjalanan ke lokasi lumayan membuat gugup juga.

Hari inipun tidak jauh beda. Saya harus mengajar di tiga tempat berbeda tanpa waktu toleransi untuk perjalanan. Akibatnya saya seperti berkejaran dengan waktu demi memuaskan para klien saya (Waktu yang terbuang selama perjalanan kadang menghasilkan keluhan dari mereka). Saya tiba di sekolah musik itu sekitar 7 menit kemudian. Begitu datang, murid sudah menunggu di kelasnya. Kejadian sama terjadi di sekolah musik sebelumnya dan di rumah murid privat saya sebelumnya lagi. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi dengan rekan selain tersenyum ramah dan menyapa mereka sekilas. Harus segera masuk kelas untuk mengajar, meminimalisir waktu yang terbuang karena jam berikutnya harus "terbang" lagi ke tempat yang lain. Tidak ada saat untuk bersantai bahkan sekedar beristirahat mengatur nafas.

Tapi hari ini sesuatu membuat saya menyadari satu hal penting di tengah kejaran waktu tersebut. Saat itu saya baru menyelesaikan setengah sesi mengejar saya. Saya minta ijin pada murid saya untuk ke toilet dan memberinya tugas untuk melatih lagu yang barusan kami pelajari bersama. Keluar dari toilet, seorang teman tiba-tiba mendekati saya.

"Mbak, belum makan siang, kan?"

Saya menggeleng.

"Itu saya buatkan kopi. Diminum, ya?"

Saya memandang arah yang ditunjuk teman saya. Sebuah baki bundar terhidang di atas meja transit para guru. Ada dua cangkir di situ. Satu berisi kopi hitam (saya kira itu milik teman saya, karena dia penggemar berat kopi), satu berisi moccacino (saya tebak itulah minuman yang teman saya tawarkan untuk saya). Terdorong rasa tidak enak, saya mengiyakan, mengucapkan terima kasih dan segera mendekati minuman yang ditawarkan teman saya. Mungkin murid saya bersedia berlatih semenit dua menit lagi sementara saya mencoba menghargai perhatian teman saya itu.

Di luar dugaan, ketika menyesapnya, moccacino itu terasa begitu nikmat mengalir di lidah saya. Moccacino itu tidak memiliki ramuan khusus. Hanya moccacino instan yang biasa saya lihat di warung-warung atau gerai supermarket. Tapi entah kenapa, mungkin karena takaran air yang pas, atau kehangatan air seduhnya yang tepat, atau mungkin juga karena otak saya sedang membutuhkan "colling downer" (^_^ istilah apa pula itu...), saya merasa moccacino ini begitu enak. Rasa manisnya dengan segera menenangkan syaraf saya yang tegang setelah bekerja dari pagi. Kehangatannya membuat saya nyaman. Sesaat saya seolah lupa kalau sedang mengajar. Alih-alih kembali ke kelas, saya justru menyempatkan diri untuk duduk dan menyesap habis moccacino tersebut sedikit demi sedikit sambil memandang keramaian lalu lintas di depan sekolah musik saya. Oh, rasanya menyenangkan sekali. Walhasil saya kembali ke hadapan murid saya sekitar 7 menit kemudian. Cukup lama, namun saya kembali dengan suasana yang lebih fresh.

Tanggung jawab memang perlu dalam tugas. Berusaha memuaskan customer atau klien juga penting. Tapi jauh lebih penting dari semua itu adalah menyempatkan sedikit waktu untuk menenangkan diri sejenak dan menyegarkan pikiran di tengah-tengah kesibukan yang melelahkan sepanjang hari. Bukan dilihat dari kuantitas waktu yang diluangkan, namun lebih kepada kualitas refreshing yang dilakukan. Mungkin hanya sekedar duduk memandang lalu lintas selama beberapa menit sambil menyesap secangkir moccacino sudah cukup untuk memulihkan energi dan suasana hati yang mulai terkuras selama setengah hari.

Mungkin saya patut berterima kasih dengan teman saya yang sudah berbaik hati "mengingatkan" saya pentingnya refreshing diri melalui Moccacino buatannya.


. Read More..

Cerpen inggris pertama saya

Jadi saya mencoba tantangan baru dalam dunia tulis menulis, yaitu menulis cerita berbahasa Inggris. Semuanya berawal dari keisengan saya bergabung dengan komunitas bernama fanfiction.com, komunitas fanfic paling terkenal di dunia maya. Maka saya mulai berkenalan dengan beberapa penulis fan fiction berbahasa Inggris, khususnya yang berasal dari Indonesia.

Menulis cerita bukan hal baru bagi saya. Semenjak saya memutuskan untuk bergabung dengan Kemudian.com, maka saya banyak belajar dari teman-teman di sana mengenai apa dan bagaimana itu menulis. Mengetahui kegemaran saya itu, salah satu teman dari fanfiction memberi saran, "Jadi kenapa tidak mencoba menulis fanfic dengan bahasa Inggris?" Saya merasa tertantang.

Saya menyukai fanfic. Saya juga sudah pernah menulis fanfic (tapi dalam bahasa Indonesia). Saya (merasa) cukup paham dengan bahasa Inggris. Saya pernah aktif di klub bahasa Inggris, saya pernah mengajar bahasa Inggris untuk beberapa siswasaya pernah memegang beberapa kelas TOEFL dan wawancara kerja berbahasa Inggris. Saya berpikir menulis fanfic berbahasa Inggris akan menjadi sebuah tolak ukur tersendiri atas penguasaan saya terhadap dua bidang tersebut, menulis dan bahasa Inggris.

Di luar dugaan, saat saya mencoba menuangkan ide di depan monitor komputer, saya justru mendapatkan diri saya kebingungan untuk mulai dari mana. Membuat paragraf pembuka dan memilih kata-kata dalam bahasa ibu adalah hal yang jauh lebih mudah bagi saya dibanding memilih kata dalam bahasa Inggris. Tiba-tiba saya terbentur dengan segala permasalahan yang biasanya saya kemukakan di hadapan murid-murid Inggris saya. Saya takut membuat salah dari segi tata bahasa, saya lupa perbendaharaan kata, saya bahkan tidak tahu mau menulis apa. Ternyata menulis bahasa inggris jauh lebih sulit daripada berbicara.

Saya tidak mau membuang waktu. Maka saya mencoba menulis dengan bahasa Indonesia yang kemudian saya coba terjemahkan. Setelah itu, cerita tersebut saya kirimkan ke "editor" bahasa dhadhakan saya. Di luar dugaan, komentarnya benar-benar membuat saya mempertanyakan kapasitas kemampuan bahasa Inggris saya yang sesungguhnya.
"Yosi, lebih dari 50% pemilihan dan penyusunan katamu kacau.*
Maka dimulailah, satu minggu kursus kilat untuk memperbaiki susunan kata dan gaya bahasa saya dalam cerita tersebut. Pengalaman itu membuat saya berpikir ternyata kemampuan bahasa asing saya pun masih belum ada apa-apanya. Saya harus banyak belajar lagi.

Ada saat dimana kita berhak merasa puas dengan keahlian atau kemampuan yang kita miliki. Itu membuat kita menjadi sedikit lebih menghargai diri sendiri. Namun bila ingin merasa hidup, jangan pernah merasa bahwa kita sudah "cukup" dengan apa yang kita miliki. Selalu berpikir bahwa masih ada langit di atas langit dan ada tujuan lebih jauh yang akan diraih. Itu yang membuat kita berpikir untuk selalu menjadi lebih baik, menjadi dinamis, bergerak, berubah dan kemudian HIDUP.

Read More..

Study Tour Seorang Steve

“Miss, kemarin aku jalan-jalan ke sawah,”

Pemberitahuan itu disampaikan oleh salah satu murid saya, Sebut saja namanya Steve tadi siang. Sepintas tidak ada yang istimewa dengan pengumuman “pergi ke sawah” itu. Tapi ceritanya jadi lain kalau yang berkata adalah seorang anak kecil yang bersekolah di sekolah swasta elit dengan fasilitas tiga bahasa pengantar, kurikulum standar internasional, bertempat tinggal di real estate paling elit di kota ini, memiliki orang tua yang keduanya pengusaha super sibuk, setiap hari diantar jemput supir dan kemana-mana ditemani pengasuh. Begitulah gambaran sosok seorang Steve kecil.


Tidak heran kegiatan “berjalan-jalan ke sawah” menjadi sebuah pengalaman baru baginya karena dia memang belum pernah melakukannya. Sebagai salah satu program pendidikan tahunan di sekolah Steve, berkunjung ke sawah bukan lagi menjadi kegiatan tidak penting. Porsinya menjadi sejajar dengan acara-acara studi tour atau field trip macam berkunjung ke balai penelitian, museum, institusi-institusi pendidikan dan tempat-tempat edukatif lainnya yang nilainya mampu menunjang nilai akademik siswa.

Steve lalu dengan antusias bercerita betapa menyenangkan berjalan di atas pematang sawah. Ketika saya tanya mengenai kerbau dan Pak tani (gambaran yang entah kenapa selalu diasosiasikan dengan sawah), maka Steve mengiyakan dengan gembira. Dia bilang dia sudah melihat sendiri kerbau dan Pak tani. Dia juga berkata bahwa dia takut naik kerbau. Menurut Steve, setelah puas berkeliling sawah, dia lalu berkumpul bersama teman-teman (beserta pengasuh atau orang tua masing-masing) dan guru-gurunya di sebuah gubuk yang lebar untuk bersantap siang. Entah kenapa saya jadi membayangkan sebuah suasana akrab yang sederhana. Bagi anak-anak yang terbiasa dimanjakan dengan fasilitas lengkap dan permainan modern, atau terbiasa dengan hiburan berduit macam TimeZone, Kidsania, Pameran dinosaurus atau minimal makan-makan di food court mall atau restoran elit bersama keluarga, saya yakin acara makan siang bersama di tengah sawah menjadi sebuah pengalaman yang berkesan.

Saya jadi ingat cerita murid saya yang lain, sebut saja Lia, yang bersekolah di sekolah dasar berstandar internasional lain di kota ini. Dia juga bercerita tentang kegiatan sekolahnya yang tidak kalah unik, yaitu berbelanja ke pasar tradisional. Bersama gurunya, Lia dan kawan-kawan mengadakan studi tour ke pasar tradisional terdekat (lagi-lagi tentu saja bersama pengasuh atau orang tua masing-masing). Masing-masing siswa diwajibkan membeli sayuran dan buah dibawah Rp 5.000,-. Setelah itu bahan-bahan yang dibeli dikumpulkan dan dimasakn bersama untuk makan siang bersama.

Mungkin di kota lain, kegiatan semacam itu bukan hal baru. Tapi informasi dari murid-murid saya itu memberi wawasan baru bagi saya mengenai perkembangan kurikulum dan kegiatan pendidikan Sekolah dasar, khususnya di sekolah-sekolah swasta berstandar internasional, yang belakangan sedang tumbuh subur di sini. Dibandingkan dengan materi pelajaran Sekolah Dasar konservatif yang saya terima ketika saya duduk di bangku SD, kegiatan berkunjung langsung ke sawah atau pasar tradisional terasa jauh lebih menyenangkan untuk dipelajari. Seorang murid yang pernah mengenyam pendidikan Sekolah dasar di Australia bercerita pada saya kalau dia tidak harus membaca dan menghafal banyak buku pelajaran. Kegiatan yang paling sering dia lakukan dalam proses belajar mengajar adalah “membuat sesuatu”, “mengamati sesuatu” dan “bercerita” yang jauh lebih mengasyikan dibanding menghafal.

Memberikan metode-metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan memang bukan hal yang mudah. Saya sendiri mengalami masalah-masalah tersebut ketika harus menyampaikan materi-materi saya pada murid-murid saya. Namun bagaimanapun membangun antusiasme dan ketertarikan murid utnuk mempelajari dan memahami suatu materi adalah hal yang penting untuk diupayakan utnuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal.

Yang lebih membuat saya salut lagi adalah usaha-usaha sekolah-sekolah elit itu untuk tetap memperkenalkan kepada siswa-siswanya kehidupan dan lingkungan awam di sekitar mereka. Setidaknya dengan begitu diharapkan anak-anak polos itu bisa merasakan sebuah kepedulian social, lebih menyatu dengan lingkungan dan masyarakat. Lega sekali mendengar kisah Steve dan Lia yang sama-sama merasa senang dan gembira dengan kegiatan itu. Anak-anak itu memang polos dan mudah sekali dibentuk. Bagaikan sebuah botol, mereka benar-benar masih memiliki banyak ruang kosong untuk diisi dengan air-air pengetahuan dan nilai moral positif. Menjadi tanggung jawab kita para pendidik dan orang yang lebih dewasa dan mengerti untuk menyediakan isi-isi positif itu.

Sedikit percakapan lanjutan saya dengan Steve berikutnya.
“Steve, kamu suka bahasa Inggris?”
“Nggak terlalu.”
“Paling sebel pelajaran apa?”
“Bahasa indonesia.”
“Paling mudah pelajaran apa?”
“Bahasa Mandarin.”
“Berarti suka bahasa Mandarin?”
“Enggak.”
“Terus sukanya pelajaran apa?”
“Math sama bahasa daerah.”
Betapa saya ingin mencubit pipi Steve yang montok itu karena gemas.

Read More..

Fanfic, apaan tuh?

FanFic, adalah sebuah cerita fiksi yang dibuat oleh penggemar berdasarkan kisah, karakter atau setting yang sudah ada. Awalnya fanfic hanya berlaku pada film , komik atau novel. Berikutnya fanfic juga berlaku bagi selebritis dan lagu. Terkadang sejumlah fanfic menyertakan penulisnya sebagai karakter cerita, ada pula yang tidak.

Fanfic sepenuhnya merupakan hasil imajinasi dari para fans. Konsep sederhana yang digunakan dalam menulis sebuah fanfic adalah “What if…” atau “Bagaimana jika…”.

Dengan konsep itu fans bebas berimajinasi mengenai karakter kesayangan mereka. Fanfic menjadi sebuah art-project yang menyenangkan bagi seorang fans disamping proyek lain seperti membuat wallpaper, scrap book, craft design, atau art work lainnya yang menyangkut bintang atau karakter pujaannya.

Konsep “What If…” atau “Bagaimana jika…” memungkinkan pengembangan plot fanfic bisa berhubungan dengan kisah aslinya atau bahkan tidak berhubungan sama sekali. Konsep tersebut juga membebaskan para fan (penulis fanfic) untuk bereksperimen mengeksplorasi dan memodifikasi karakter yang sudah ada atau bahkan menggabungkan karakter dan plot dari beberapa kisah sekaligus. Konsep tersebut juga berlaku pada fanfic-fancik selebritis, yaitu fanfic yang ditulis dengan menggunakan karakter para selebritis.

Untuk menghindari protes atau pertanyaan dari fans lain, biasanya para penulis sudah memberikan sedikit catatan-catatan “peringatan” atas variasi-variasi eksperimen yang dia gunakan dalam fanfic-nyaBeberapa istilah yang umum dikenal dalam dunia “per-fanfic-an” antara lain :
-OC (Other Character), artinya penulis telah menambahkan tokoh lain (yang murni rekaan penulis) dalam cerita fanfic tersebut.
-OOC (Out Of Character), artinya karakter yang diambil akan berbeda dengan karakter mereka dalam kisah aslinya.
-Cross-gender, artinya ada karakter yang dirubah jenis kelaminnya
-Crossover, artinya fanfic yang bersangkutan dibuat dengan mencampur plot dan karakter dari dua buah cerita atau lebih,
Dan sebagainya.

Dari segi tekhnik penyajiannya, fanfic bisa dibagi lima, yaitu:

-Drable, atau umumnya dikenal dengan istilah cerpen 100 kata. Panjang cerita sekitar 100 kata dan biasanya karakter atau setting yang dipakai tidak menyimpang dari cerita aslinya.
-Shortshoot (cerpen). Format penyajiannya seperti cerpen, karakter atau setting yang dipakai tidak menyimpang dari pakem, masih berhubungan dari cerita, biasanya mengeksplorasi dari bagian-bagian cerita asli yang tidak terekspos.
-Longshoot (cerbung). Sama seeprti cerpen, hanya berbeda dari segi jumlah kata. Sebuah longshoot bisa terdiri dari ribuan kata.
-Songfic, adalah sebuah fanfic yang ditulis dengan menggunakan karakter, setting dan pakem cerita yang sudah ada, namun menggunakan plot lagu atau puisi sebagai pengembangannya.
-Alternate universe dan Crossover, yaitu fanfic yang ditulis berbeda dengan pakem aslinya. Bisa berwujud dalam kebebasan imajinasi penulis menyadur cerita atau menggabungkan cerita asli dengan cerita lain.

Sejumlah pihak menganggap fanfic sebagai bentuk plagiat. Bahkan Anne Rice (pengarang novel Interview With The Vampire) secara tegas melarang siapapun yang menggunakan karakter dalam buku-bukunya untuk dibuat menjadi fanfic. Beberapa lainnya menganggap bahwa fanfic adalah contoh karya yang tidak orisinal.
Bagi saya pribadi, fanfic justru baik dipakai sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan menulis. Fan biasanya selalu bersemangat ketika mereka mengerjakan sebuah proyek yang berhubungan dengan idola mereka. Menulis fanfic akan membuat mereka menikmati kegiatan menulis.

Fanfic juga bagus digunakan sebagai media latihan menulis mereka yang ingin memperhalus gaya bahasa, memperdalam pemahaman karakter, mengembangkan plot dan memperbaiki cara penulisan. Setting dan karakter yang sudah tersedia memungkinkan penulisnya bisa lebih berfokus pada pengembangan tekhnik penulisan dan tekhnik bahasa yang mereka miliki.

Masalah orisinalitas ide atau bukan, sebuah karya yang indah tetap membutuhkan kemampuan yang cukup baik dari penulisnya. Apa salahnya mengapresiasi sebuah karya fanfic?

Jadi, menulis fanfic, mengapa tidak?

Read More..

Obat stress

Seorang teman tiba-tiba bertanya pada saya, "Mbak, obat stress apa ya?"

Sejenak saya termangu diam, bingung, atau lebih tepatnya ragu untuk menjawab. Dalam jeda waktu sekian detik itu saya berpikir, apa obat stress saya?
Jawaban umum yang kemudian terlintas dalam pikiran saya adalah tertawa. Itu yang sering saya baca. Tertawalah, maka anda akan bisa terbebas dari stress. Maka saya nyaris menyarankan agar teman saya banyak membaca cerita humor atau menonton film bertema komedi. Atau bahkan (bila memungkinkan) mengikuti terapi tertawa. Saya segera menyadari itu bukan ide yang brilian. Teman saya tidak terlalu suka membaca dan dia jelas tidak punya banyak waktu untuk berlama-lama menonton televisi. Lalu tentang saran terapi tertawa, mengalokasikan waktu dan dana untuk mengikuti terapi semacam itu jelas tidak masuk dalam kamus pegawai sekelas buruh seperti kami.

Maka saya pikirkan obat yang lain. Musik. Itu yang terkadang saya butuhkan ketika saya sedang banyak pikiran. Saya memutuhkan musik untuk menenangkan hati dan pikrian. Saya memerlukan musik untuk membantu saya menghilangkan pikiran negatif dan membuai saya ke alam mimpi. Saya memakai musik untuk membangkitkan inspirasi. Saya menggunaka musik sebagai obat stress. Tapi itu adalah saya bukan teman saya. Teman saya itu tidak terlalu gemar musik. Teman saya itu tidak tahu bagaimana musik yang bisa menenangkan jiwa. Teman saya adalah seseorang yang menganggap musik yang bagus adalah musik yang banyak digemari orang dan musik yang aneh adalah musik yang tidak digemari orang. Teman saya tidak pernah setuju dengan pendapat saya yang mengatakan bahwa Vivaldi dan Mozart bisa membawa ketenangan jiwa. Jadi, saya sampai pada kesimpulan musik bukanlah obat yang dia cari.

Ada resep lain yang terkadang saya pakai ketika saya mengalami stress berat. Saya suka ke dapur untuk membuat secangkir cappucino atau mencari cokelat dan biskuit manis di lemari persediaan. Gula dan cokelat bisa jadi obat yang mujarab untuk menjernihkan pikiran ruwet. Tapi obat itu bukan favorit saya. Alasannya sederhana. Saya takut kalap dan semakin berat. Teman saya itu mempunya sifat genetik yang tidak jauh beda dengan saya. Kami sangat responsif dengan gula dan karbohidrat. Jadi saya rasa, saran makanlah yang manis-manis kemungkinan besar hanya akan menambah beban stressnya.

Merasa berhutang atas sebuah jawaban, saya akhirnya balik bertanya, "Stress kenapa?" Maka sesi tanya jawab berubah menjadi sesi curhat. Tiba-tiba saja teman saya mulai berkeluh kesah tentang beban pekerjaan, tentang omelan atasan, tentang ketidak adilan dan tentang lainnya. Sejenak saya kembali termangu. Tiba-tiba saya tersadar beban pekerjaan itu tidak hanya cukup diatasi dengan cerita lucu, musik atau cokelat karena teman saya memang berbeda dengan saya. Masalah dia terlalu kompleks. Saya buntu, tidak tahu harus berkomentar apa.

Maka saya mengatakan sesuatu yang selalu menjadi senjata andalan saya ketika saya merasa buntu dan tidak tahu lagi harus berpikir apa. Di luar dugaan, ternyata teman saya memandang saya dengan lega. Katanya, "Mbak benar. memang itu satu-satunya obat stress yang paling mujarab."

Hanya ada satu jawaban yang bisa kita pikirkan ketika kita sudah tidak tahu lagi harus menjawab apa dan berpaling kemana. Ikhlas, berserah diri dan berdoalah pada Yang Maha Kuasa.
Read More..

Mengenai Kesetaraan Gender

Dalam sesi kelas conversation tadi saya meminta siswa saya untuk bercerita tentang hal-hal menarik yang mereka alami belakangan ini. Salah seorang dari mereka menceritakan sebuah cerita yang menarik yang membuat saya berpikir mengenai sebuah tema yang tidak pernah ada habisnya untuk saya renungkan, yaitu mengenai masalah kesetaraan gender.

Siswa saya bercerita tentang sebuah diskusi menarik yang dilakukan bersama kelompok diskusinya kemarin. Diskusi diawali dengan sebuah cerita mengenai seorang laki-laki di Cina yang memiliki seorang istri dan seorang anak yang lumpuh. Dengan penuh kesabaran dan kesetiaan dia merawat istri dan anaknya. Suatu hari gempa melanda kotanya. Karena dia tidak mampu menyelamatkan istri dan anaknya sekaligus, maka dia memutuskan untuk mendampingi mereka di dalam rumah dan berserah diri kepada Tuhan sepenuhnya mengnai nasib mereka sekeluarga. Ajaib. Laki-laki itu selamat bersama anak dan istrinya dari deraan gempa. Berikutnya, laki-laki tersebut mendapat penghargaan dari pemerintah Cina karena ketulusan dan kesetiannya merawat istri dan anaknya.

Hal yang menarik muncul ketika diskusi mengenai cerita itu berlangsung. Siswa saya berpendapat bahwa pemerintah Cina terlalu berlebihan dalam menghargai perbuatan laki-laki dalam kisah itu. Menurutnya, merawat keluarga dengan tulus ikhlas adalah sebuah hal biasa bagi perempuan (siswa saya itu seorang perempuan). Selama ini tidak pernah terdengar apresiasi berlebihan terhadap seorang perempuan atas ketulusannya merawat dan memberikan kasih sayang pada keluarganya. Kenapa tindakan laki-laki itu bisa mengusik perhatian pemerintah akan sebuah ketulusan? Pertanyaan itu kemudian ditanggapi balik oleh sebuah pertanyaan lain, "Mengapa harus ada penghargaan bagi para perempuan yang bekerja dan dianggap sebagai seorang Srikandi, padahal bermata pencaharian itu adalah sebuah hal yang sangat biasa di mata laki-laki?"

Perdebatan itu membuat saya berpikir,
"Mengapa harus ada penghargaan ketulusan untuk para pria dan pengahargaan atas karier untuk para perempuan yang berkarya?"

Jawaban yang paling umum yang terlontar ketika saya coba balik menanyakan pendapat para siswa saya mengenai hal tersebut adalah bahwa sikap tulus dan setia seperti yang ditunjukkan oleh pria Cina itu adalah hal yang spesial bagi seorang laki-laki sementara soal karier cemerlang adalah hal yang spesial bagi para perempuan. Jawaban tersebut secara tidak langsung telah menunjukkan sebuah stigma mengenai pembagian hal "yang biasa dilakukan oleh perempuan" dan hal "yang biasa dilakukan oleh laki-laki". Penghargaan tersedia bagi mereka-mereka yang mampu melakukan hal-hal di luar kebiasaan itu.
Maka berikutnya muncullah pertanyaan dalam benak saya,
"Kalau begitu, tidakkah penghargaan itu semakin memperjelas perbedaan (yang sebetulnya ada) pada pria dan wanita?"

Read More..

A God's hand

Seorang teman bercerita kalau dirinya baru saja kehilangan uang di dalam bis kota. Dia baru sadar kalau uangnya hilang ketika dia mengisikan bensin untuk motornya di pos bensin dekat kantor. Teman saya langsung lemas dan berusaha untuk menceritakan keadaanya pada petugas pos bensin. Petugas yang merasa kasihan menyarankan dia untuk meninggalkan kartu identitas dan mempersilahkannya pulang untuk mengambil uang.


Tiba-tiba datang sebuah mobil (cukup berkelas). Pengendaranya keluar untuk membeli bensin. Ketika urusannya selesai, dia membayar dengan uang pecahan besar. (Aneh) ternyata pos bensin itu tidak punya pecahan kecil untuk mengembalikan uang si pengendara mobil (Kenapa saya bilang aneh? Karena dari dulu setahu saya pos bensin justru sasaran orang untuk menukar uang pecahan besar. masa lembar sepuluh ribu saja tidak ada?). Lalu si pengendara mobilpun berkata,

"Ya sudah, mas. Kembaliannya dipakai untuk membayar bensinya bapak itu saja," katanya sambil menunjuk teman saya. Pengendara itupun masuk ke dalam mobilnya dan berlalu. Teman saya terlongo sejenak. Biaya yang dia butuhkan untuk membayar bensinya (lagi-lagi kebetulan) sama besar dengan kembalian untuk si pengendara mobil tadi. Ketika tersadar teman sayapun mengucapkan terima kasih berulang-ulang.

Ini bukan cerita fiktif. Ini nyata. Beberapa hal yang membuat saya terhatu dalam kisah ini adalah: masih adanya orang-orang yang peduli untuk berbagi dengan orang lain seperti bapak pengendara mobil itu. Kemudian, segala kebetulan yang terjadi dalam rangkaian kisah ini, mulai dari masalah teman saya, lalu kemunculan pengendara mobil itu, bagaikan sebuah skenario kebaikan yang begitu indah yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Bagi saya, kemunculan se pengendara mobil yang (tanpa sengaja) telah membantu kesulitan teman saya bagaikan perpanjangan tangan Tuhan dalam menolong umatnya.

Tuhan selalu siap membantu umatnya dalam bentuk apapun, melalui siapapun dan pada saat kapanpun bagi mereka yang percaya.
Read More..

Sebuah ruangan ukuran 3x4

Tempat kerja saya berupa sebuah ruangan berukuran 4x3 m persegi, dengan jendela ventilasi dan pintu yang selalu tertutup rapat. Di dalam ruangan itu hanya terdapat seperangkat meja kerja, meja persegi ukuran 1x1,5 meter, sebuah lemari dan sebuah piano sudut. Lantainya marmer dan temboknya bercat putih.


Seluruh ruangan itu didominasi oleh warna putih. Saya biasanya menghabiskan rata-rata 7 jam sehari selama 6 hari kerja di dalam ruangan tersebut. Sesekali saya keluar untuk sholat, makan siang atau memenuhi panggilan biologis lainnya. Selain itu biasanya saya tidak pernah kemana-mana dari ruangan tersebut. Murid-murid datang dan pergi setiap 45 menit sekali.

Membosankan? Mungkin terdengar iya. Tapi bagi saya justru ruangan itu adalah tempat kedua yang paling nyaman setelah kamar saya (huehehehe.. kepikiran nggak mungkin saya orangnya kuper sekali?). Sebuah hiburan tidak ternilai bagi saya ketika "harus" bertemu dengan klien-klien kecil saya yang "ajaib-ajaib itu". Kadang capek memang menghadapi tingkah mereka. Tapi senang juga saat harus berbagi ceria. Yang lebih utama lagi, hal yang tidak akan pernah membuat saya bosan berada dalam ruangan itu adalah suara dentingan piano yang terdengar setiap saat dan gerakan gemulai jari-jari mungil dari klien-klien saya itu. Kalau sudah begini, saya bisa betah berjam-jam menikmati dentingan itu. Anak-anak dengan piano benar-benar pemandangan yang indah.. ^_^
Read More..

A teacher's mind

Salah satu hal yang paling berkesan sebagai seorang guru adalah ketika saya menyadari betapa cepat waktu berlalu dan betapa banyak perubahan yang terjadi saat melihat murid saya beranjak dewasa. Murid saya yang tadinya suka bercerita tentang benda-benda kesayangannya sekarang berubah bercerita tentang anak laki-laki yang dia sukai. Murid saya yang tadinya suka berlari kesana-kemari sekarang berubah menjadi lebih tenang dan dewasa.


Murid saya yang tadinya bersuara sopran sekarang berubah bersuara bass karena pertumbuhan pita suaranya. Dan terutama, mereka yang tadinya membuat saya harus menunduk untuk melihat, sekarang membuat saya harus mengangkat dagu sedikit hanya supaya saya mampu menatap mata mereka.

Menakjubkan sekali bila memikirkan perkembangan ini. Kadang saya bisa termangu sendiri memperhatikan murid-murid saya itu. Saya membayangkan bagaimana pertemuan-pertemuan pertama kami. Saya ingat sikap malu-malu dan takut-takut mereka. Saya masih bisa mendengar suara manja atau suara kecil mereka. Saya masih bisa merasakan tangan-tangan mungil mereka dalam genggaman saya. Saya ingat salah satu murid saya yang saat itu bahkan belum bisa berbicara dengan lancar (umurnya baru tiga tahun) sekarang sudah bisa dengan bandel "membantah" perintah-perintah saya dengan kata-katanya. Beberapa murid yang dulu masih berseragam merah-putih, selalu bermain-main setiap saya bertemu mereka, tiba-tiba saja saya sadari sudah berseragam biru-putih dan mulai berbicara tentang lawan jenis atau gosip-gosip dunia mereka. Betapa mengagumkan melihat mereka berkembang.

Hal lain yang tidak kalah menakjubkan adalah menyadarinya bagaimana kemampuan dan cara berpikir mereka berkembang dengan baik. Saya mempunyai seorang murid bahasa yang sangat pemalu hingga dia sendiri bilang selamanya dia tidak akan mungkin berani berbicara dengan seseorang dalam bahasa Inggris. Kenyataanya sekarang kami bahkan selalu menjalani sesi belajar-mengajar 85% dalam bahasa Inggris. Seorang murid saya dulu selalu menghabiskan satu sesi pelajaran dengan berlari-lari kesana-kemari, mengajak saya bermain ala kuis televisi tanpa mau menyentuh piano semenitpun, sekarang bahkan sudah mulai mengikuti konser.
Terkadang ada rasa haru dan bangga melihat mereka tumbuh dan berkembang. Dalam pertemuan kami yang bisa dibilang singkat dalam kurun waktu sekian tahun (umumnya satu atau dua kali dalam seminggu untuk sesi sepanjang 45 menit hingga 1,5 jam), ada rasa yang tidak bisa dilukiskan melihat anak-anak ini. Ini hanyalah perasaan saya sebagai guru mereka.

Saya jadi berpikir bagaimana dengan para orang tua yang selalu mengikuti seluruh perkembangan putra-putri mereka? Pastilah perasaan itu akan jauh lebih dalam lagi. Sayang sekali bila ada orang tua yang sampai kehilangan kenangan atau kesempatan melihat pertumbuhan anak-anak mereka.

Sungguh, melihat mereka tumbuh dan berkembang benar-benar perasaan yang luar biasa.... ^_^
Read More..

Terharu lagi

Barusan saya mendapat kabar yang mengharukan dari sekolah musik tempat saya mengajar. Seorang murid saya lagi-lagi diundang untuk ikut ABRSM High Score's Concert. Ini yang ketiga kalinya setelah tiga periode saya menyertakan murid-murid bimbingan saya dalam ujian ABRSM. Lokasi konser kali ini di Semarang. Asyiknya.. akhirnya tiba juga saat mengunjungi Semarang dan bertemu serta berkenalan dengan guru dan siswa piano di Semarang... ^_^


Mungkin hal ini tidak terlalu istimewa. High Score's Concert sendiri adalah konser intern yang diselenggarakan oleh ABRSM (Associated Board of Royal School of Music, London) perwakilan Indonesia. Konser menampilkan para siswa yang berhasil memperoleh nilai tertinggi dalam ujian piano yang diselenggarakan oleh ABRSM di cabang-cabang ABRSM Indonesia. Para peserta konser diwajibkan menampilkan satu lagu ujian terbaik mereka disaksikan oleh pejabat ABRSM Indonesia, para guru, siswa lain dan kerabat mereka (kadang terdapat beberapa tamu dari umum yang sengaja ingin menonton konser atau resital kecil tersebut). Sifat yang intern ini membuat ABRSM High Score's Concert menjadi tidak terlalu istimewa dalam dunia klasik, terutama klasik di indonesia.

Namun bagi saya, yang bisa dibilang masih hijau sebagai pengajar di bidang ini, undangan terhadap murid saya merupakan suatu kepuasan tersendiri yang tidak bisa terlukiskan. Saya sangat menyadari bahwa keberhasilan ini bukan semata karena keberhasilan saya. Saya merasa sangat bersyukur diberi kesempatan untuk membimbing anak-anak dengan bakat musik yang bagus (tanpa kerja keras mereka, maka kerja keras sayapun tidak akan berarti). Tapi setidaknya, saya telah menunjukkan kepada mereka (yang sebelumnya sempat meragukan kemampuan saya) bahwa saya (dengan segala keterbatasan dan kepolosan yang saya miliki...^_^) ternyata mampu membentuk "sesuatu". Walaupun pengakuan itu tidak akan saya dengar, paling tidak saya telah "melihat" dan "menunjukkan" sesuatu.

Betapa bangga dan terharunya ketika kita bisa melihat dengan mata kita sendiri sebuah keberhasilan atau prestasi (sekecil apapun) yang telah kita coba raih dengan sungguh-sungguh. Pujian menjadi kebutuhan sekunder saat kita bisa melihat prestasi (kecil) itu, karena kita tahu sebuah bisikan dalam pikiran yang menyebutkan sesuatu yang jauh lebih penting dari itu.
"Saya telah melakukan yang terbaik untuk ini."
Read More..