19 Juli 2009
Pada Sebuah Titik Saya Terhenti
Banyak orang yang saya kenal telah melaju selangkah demi selangkah dalam hidup mereka. Jenjang karier yang telah ditapaki, pernikahan yang telah dijalani, keluarga yang telah dimiliki dan berbagai kesempatan hidup yang telah didapati. Maka saya lantas bertanya pada diri sendiri, kapan saya seperti itu? Kenapa saya masih seperti ini, tanpa suatu perubahan yang berarti. Dari waktu ke waktu hanya sekedar mencoba untuk mengejar sesuatu yang baru. Begitu banyak yang harus dipahami dan didalami, seperti sumber air yang tidak pernah mati.
Saya menginginkan banyak hal yang belum sempat saya pelajari. Saya tidak ingin sesuatu yang setengah-setengah. Saya serius. Saya berkorban dan saya memulai semuanya dari nol. Saya habiskan sekian waktu dari saya untuk mendalami itu semua, menggapai mimpi-mimpi yang menggantung sangat tinggi di angkasa. Saya jatuh dan bangun. Saya terhimpit lalu mencoba lepas. Saya tidka mau menyerah. Saya hanya tahu satu hal, saya pasti bisa. Tapi impian itu masih tetap terlihat begitu jauh untuk diraih. Saya berpikir, kapan waktu itu tiba bagi saya mencapai, setidaknya, satu dari mimpi-mimpi di depan sana. Ketika saya tersadar, saya telah melupakan sekeliling. Saya telah menghabiskan waktu tanpa hasil yang pasti. Maka saya berpikir,
Apakah ini sebuah kesalahan besar?
Kadang saya menginginkan saat di mana saya tidak perlu bermimpi dan berambisi. Hidup damai mengikuti arus seperti para ahli spiritual itu. Tapi bukankah mereka memang telah mencapai ujung ambisi dan impian mereka? Saat di mana tak ada lagi sebuah ambisi. Kadang terpikir untuk apa berambisi bila pada akhirnya tidak akan pernah mencapai titik yang memuaskan. Kenapa harus memilih mengikuti kata hati yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru? Kenapa harus mengais tanah dan membuat jalan sendiri bila sudah ada jalan lurus yang siap ditapaki walaupun tidak menarik hati? Mengapa harus berambisi bila tidak bisa memiliki?
Satu-persatu mereka mendahuli saya, membuat saya mempertanyakan untuk apa perjuangan selama ini. Kenapa saya tidak memilih mengikuti jalan yang mereka tempuh. Ketika seorang teman berkeluarga, ketika mereka mapan dalam bekerja, ketika mereka melalui jalan yang dulu ingin saya lalui, salahkah saya bila merasa iri dan tidak tidak adil? Saya merasa hidup sekedar berputar seperti gasing tanpa tujuan yang jelas. Apakah yang sebenarnya saya cari?
Kenapa? Ada apa dengan saya?
Apakah saya tengah menjalani sebuah karma ketika saya selalu dibenturkan pada kenyataan selalu ada langit di atas langit yang telah saya daki. Kapan pencapaian ini berakhir? Apakah kekalahan-kekalahan harus terus saya jalani? Apakah sudah saatnya saya untuk berhenti? Menyerah dan putus asa?
Apa yang harus saya lakukan?
Saya tahu meratap tidak menyelesaikan masalah. Saya mengerti putus asa dan menyerah adalah sebuah kekalahan besar. Saya paham batas antara mawas diri, ikhlas menerima dan menyerah hanyalah layaknya benang yang sangat tipis. Saya tahu saya harus bangkit dari kegagalan dan mencoba untuk terus berjuang. Saya sadar doa (mungkin) bisa membantu mempermudah segalanya. Tapi sampai kapan saya akan terus berlari mengejar ambisi-ambisi ini?
Maka akhirnya saya berpikir,
akan jauh lebih baik bila sejak awal saya tidak pernah memikirkan sebuah ambisi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar