Dalam sesi kelas conversation tadi saya meminta siswa saya untuk bercerita tentang hal-hal menarik yang mereka alami belakangan ini. Salah seorang dari mereka menceritakan sebuah cerita yang menarik yang membuat saya berpikir mengenai sebuah tema yang tidak pernah ada habisnya untuk saya renungkan, yaitu mengenai masalah kesetaraan gender.
Siswa saya bercerita tentang sebuah diskusi menarik yang dilakukan bersama kelompok diskusinya kemarin. Diskusi diawali dengan sebuah cerita mengenai seorang laki-laki di Cina yang memiliki seorang istri dan seorang anak yang lumpuh. Dengan penuh kesabaran dan kesetiaan dia merawat istri dan anaknya. Suatu hari gempa melanda kotanya. Karena dia tidak mampu menyelamatkan istri dan anaknya sekaligus, maka dia memutuskan untuk mendampingi mereka di dalam rumah dan berserah diri kepada Tuhan sepenuhnya mengnai nasib mereka sekeluarga. Ajaib. Laki-laki itu selamat bersama anak dan istrinya dari deraan gempa. Berikutnya, laki-laki tersebut mendapat penghargaan dari pemerintah Cina karena ketulusan dan kesetiannya merawat istri dan anaknya.
Hal yang menarik muncul ketika diskusi mengenai cerita itu berlangsung. Siswa saya berpendapat bahwa pemerintah Cina terlalu berlebihan dalam menghargai perbuatan laki-laki dalam kisah itu. Menurutnya, merawat keluarga dengan tulus ikhlas adalah sebuah hal biasa bagi perempuan (siswa saya itu seorang perempuan). Selama ini tidak pernah terdengar apresiasi berlebihan terhadap seorang perempuan atas ketulusannya merawat dan memberikan kasih sayang pada keluarganya. Kenapa tindakan laki-laki itu bisa mengusik perhatian pemerintah akan sebuah ketulusan? Pertanyaan itu kemudian ditanggapi balik oleh sebuah pertanyaan lain, "Mengapa harus ada penghargaan bagi para perempuan yang bekerja dan dianggap sebagai seorang Srikandi, padahal bermata pencaharian itu adalah sebuah hal yang sangat biasa di mata laki-laki?"
Perdebatan itu membuat saya berpikir,
"Mengapa harus ada penghargaan ketulusan untuk para pria dan pengahargaan atas karier untuk para perempuan yang berkarya?"
Jawaban yang paling umum yang terlontar ketika saya coba balik menanyakan pendapat para siswa saya mengenai hal tersebut adalah bahwa sikap tulus dan setia seperti yang ditunjukkan oleh pria Cina itu adalah hal yang spesial bagi seorang laki-laki sementara soal karier cemerlang adalah hal yang spesial bagi para perempuan. Jawaban tersebut secara tidak langsung telah menunjukkan sebuah stigma mengenai pembagian hal "yang biasa dilakukan oleh perempuan" dan hal "yang biasa dilakukan oleh laki-laki". Penghargaan tersedia bagi mereka-mereka yang mampu melakukan hal-hal di luar kebiasaan itu.
Maka berikutnya muncullah pertanyaan dalam benak saya,
"Kalau begitu, tidakkah penghargaan itu semakin memperjelas perbedaan (yang sebetulnya ada) pada pria dan wanita?"
19 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar